Skripsi
Pemanfataan Teknologi Persidangan Jarak Jauh (Video Conference) Dalam Persidangan Di Mahkamah Konstitusi
Mewujudkan lembaga peradilan yang modern dan terpercaya merupakan salah satu tantangan terbesar dalam reformasi penegakan hukum di Indonesia. Perubahan pada masa reformasi di bidang hukum ditunjukkan dengan adanya kebijakan pemerintah dalam rangka melakukan perbaikan terhadap pembangunan hukum nasional. Secara umum, reformasi penegakan hukum diawali dari reformasi sistem peradilan yang harus dilakukan secara cepat dan sederhana. Reformasi sistem peradilan haruslah menyangkut penataan kelembagaan, mekanisme aturan yang bersifat instrumental, dan personalitas serta budaya kerja aparat peradilan yang seiring dengan perilaku masyarakat secara keseluruhan. Terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2003 merupakan buah dari reformasi yang memberikan harapan baru bagi masa depan dunia peradilan di Indonesia. MK sebagai pengawal konstitusi diharapkan pula dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia yang terbentang di nusantara. Melalui Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, MK membuat kebijakan untuk memanfaatkan teknologi persidangan jarak jauh sebagai salah satu upaya memudahkan bagi para pencari keadilan untuk berperkara di MK. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengeksplorasi lebih dalam hal-hal apa yang melatar belakangi relatif rendahnya tingkat pemanfaatan teknologi persidangan jarak jauh di MK melalui indikator komunikasi, sikap, mudah tidaknya masalah dikendalikan, dan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi implementasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari wawancara dan telaah iv dokumen. Data yang diperoleh akan diklasifikasi dalam bentuk pemeriksaan dan pengelompokkan data menurut jenis dan sumber datanya, baik melalui wawancara maupun telaah dokumen. Selanjutnya data dikategorikan untuk mencari pola hubungan dan persamaan dari kata-kata atau informasi yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan teknologi persidangan jarak jauh dalam persidangan di MK berdasarkan: 1. Komunikasi: informasi mengenai fasilitas teknologi persidangan jarak jauh sudah disosialisasikan melalui berbagai sarana, baik media cetak maupun media elektronik. 2. Sikap: implementor dalam melaksanakan tugasnya sudah memadai, sementara masyarakat pencari keadilan walau mendukung kebijakan ini tetapi masih banyak yang lebih senang untuk bersidang di Jakarta. 3. Mudah-tidaknya masalah dikendalikan: permasalahan teknis secara umum dapat dikendalikan dengan baik. 4. Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi: peran pengambil kebijakan di pusat dalam hal ini Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sangat mendukung dengan kebijakan ini, namun masih perlu peran pemerintah di daerah untuk lebih menginformasikan kebijakan MK dalam memberikan kemudahan bersidang melalui pemanfaatan teknologi persidangan jarak jauh. Untuk itu penulis menyarankan: 1. Komunikasi: MK lebih gencar untuk melakukan sosialisasi mengenai kemudahan penggunaan teknologi persidangan jarak jauh kepada masyarakat pencari keadilan melalui berbagai sarana dan media; 2. Sikap: MK dan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan persidangan jarak jauh harus lebih menjaga komitmen yang tertuang dalam bentuk surat perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan bagi keduabelah pihak; 3. Mudah-tidaknya masalah dikendalikan: memberikan pelatihan bagi penyelenggara persidangan jarak jauh di daerah secara berkala guna memberikan bekal pemahaman bila terjadi permasalahan di lapangan; 4. Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi: melakukan kerjasama dengan institusi lain dalam rangka memasyarakatkan pemanfaatan teknologi persidangan jarak jauh terutama dengan KPU di daerah dan Badan Pengawas Pemilu di daerah.
Tidak tersedia versi lain