Skripsi
Implementasi Kebijakan Pelayanan Keluarga Berencana Dalam Program Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) (Studi Kasus : Puskesmas Kecamatan Kramat Jati)
Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya, pada Pasal 34 ayat (3) disebutkan bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Perka BKKBN Nomor 151/PER/E1/2011 tentang Pelayanan Keluarga Berencana dalam Jaminan Persalinan yang baru ditetapkan tanggal 8 Juni 2011 harus segera dilaksanakan di seluruh Indonesia. Mengingat gratisnya persalinan melalui program Jampersal, dikhawatirkan dapat membuat orang enggan untuk membatasi jumlah kelahiran dan turut serta dalam KB. Dengan mendasarkan pada latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengeksplorasi lebih dalam hal-hal apa yang dapat diungkapkan terkait dengan masalah apa saja yang sebenarnya terjadi pada pelayanan KB dalam Program Jampersal yang diberikan selama ini melalui indikator komunikasi, sumber daya, sikap/disposisi, serta struktur birokrasi. Penggunaan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari wawancara dan telaah dokumen dilakukan Peneliti dalam melakukan penelitian ini. Hasil penelitian implementasi kebijakan pelayanan keluarga berencana dalam program jaminan persalinan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati menunjukkan: 1. Komunikasi: telah disampaikan baik secara langsung kepada para pengelola program KB, maupun secara tidak langsung dalam berbagai media seperti melalui sosialisasi dan pemberitaan melalui berbagai media cetak dan elektronik, sehingga para pelaksana di pelayanan telah memahami program KB dalam Jaminan Persalinan. 2. Sumber daya: di tingkat fasilitas pelayanan secara jumlah sudah memadai untuk dapat membantu pelaksanaan pelayanan KB dalam Jampersal, namun secara keahlian baik untuk konseling maupun dalam pemasangan alat KB yang langsung dilakukan setelah melahirkan karena sasarannya adalah penerima manfaat Jampersal yang baru melahirkan, masih perlu mendapatkan pelatihan agar tersertifikasi dan lebih percaya diri. 3. Sikap: Petugas di fasilitas pelayanan sangat mendukung suksesnya program pelayanan KB dalam Jaminan Persalinan, karena dapat membantu menurunkan angka kematian ibu di Indonesia. 4. Standard Operating Prosedures (SOPs) sudah terakomodasi dengan baik dalam kebijakan yang ada, tetapi pelaksana masih kurang percaya diri dalam melaksanakan SOPs tersebut. Selain itu, kebijakan pelayanan KB dalam Program Jampersal yang dikeluarkan oleh BKKBN sering tidak dilaksanakan oleh pelaksana atau petugas kesehatan di Puskesmas yang berada dalam struktur organisasi Kementerian Kesehatan. Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, penulis menyarankan: 1. Komunikasi: Sosialisasi tentang pelayanan keluarga berencana dalam jaminan persalinan kepada para implementor di fasilitas pelayanan serta masyarakat penerima manfaat Jampersal harus dipertahankan; 2. Sumber Daya: Pelatihan berupa konseling dan teknik pemasangan alat KB bagi pasien yang baru melahirkan karena sasarannya adalah penerima manfaat jaminan persalinan, kepada para implementor khususnya bidan pelaksana pelayanan di kamar bersalin yang langsung berhubungan dengan penerima manfaat Jampersal; 3. Sikap: Petugas pelayanan di tingkat fasilitas kesehatan sebagai implementor kebijakan dapat terus menjaga komitmen dalam memberikan pelayanan KB kepada seluruh masyarakat penerima manfaat Jampersal. 4. Perlu mempertegas MoU antara BKKBN dengan Kementerian Kesehatan terkait dengan pelaksanaan kebijakan pelayanan KB dalam Program Jampersal, terutama dalam pemberian tanggung jawab yang jelas
Tidak tersedia versi lain