Tesis
Pengaruh Imbalan Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan Pada Deputi Penindakan, Komisi Pemberantasan Korupsi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh Imbalan dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan pada Deputi Penindakan, Komisi Pemberantasan Korupsi. Hipotesis yang diuji adalah (1) Terdapat pengaruh yang signifikan antara Imbalan terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan; (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan; dan (3) Terdapat pengaruh yang signifikan antara Imbalan dan Gaya Kepemimpinan secara bersama-sama terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey kepada 100 responden pegawai fungsional di lingkungan Deputi Penindakan. Sampel diambil dengan teknik Stratified clustered random sampling dengan populasi 127 orang pada 6 unit kerja di lingkungan Deputi Penindakan., sedangkan instrumen pengumpulan data penelitian untuk variabel Imbalan dan gaya kepemimpinan serta Kepuasan kerja Pegawai Negeri adalah dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian didapatkan kesimpulan : Pertama terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Imbalan terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan. Pengaruh tersebut ditunjukkan oleh adanya persamaan regresi Ŷ = 35,362 + 0,960 X1. Persamaan regresi tersebut menunjukan bahwa terdapat kecenderungan apabila Imbalan meningkat maka Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan akan meningkat juga, dengan pengaruh relatif kuat. Kekuatan hubungan antara Imbalan dengan Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan bersifat positif dan berada ditingkat kekuatan kuat ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry1 = 0,699. Dengan demikian kontribusi Imbalan terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan relatif sedang, yaitu sebesar 48,8 %. Artinya, 48,8% dari Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan ditentukan oleh Imbalan , sedangkan 51,20% masih ditentukan oleh faktor lainnya. Kedua terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan. Pengaruh tersebut ditunjukan oleh persamaan regresi Ŷ = 62,561 + 0,471 X2, Persamaan regresi tersebut menunjukan bahwa terdapat kecenderungan apabila Gaya Kepemimpinan meningkat maka Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan akan meningkat juga, Kekuatan hubungan diantara Gaya Kepemimpinan dengan peningkatan Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang x dipekerjakan bersifat positif namun pada tingkat sedang ditunjukan oleh koefisien korelasi ry2 = 0,519. Dengan demikian kontribusi Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan relatif kecil yaitu sebesar 26,9% dari Kepuasan kerja Pegawai Negeri ditentukan oleh Gaya Kepemimpinan, sedangkan 73,10% ditentukan oleh faktor lainnya. Ketiga terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Imbalan dan Gaya Kepemimpinan secara bersama sama terhadap Kepuasan kerja yang ditunjukan oleh persamaan regresi ganda yaitu Ŷ = 28,582 + 0,816 X1 + 0,171 X2, Persamaan regresi tersebut menunjukan terdapat kecenderungan apabila Imbalan dan Gaya Kepemimpinan secara bersama-sama meningkat maka Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan akan meningkat juga, dengan pengaruh relatif kuat untuk variabel imbalan dan lemah untuk variabel gaya kepemimpinan. Kekuatan hubungan diantara Imbalan dan Gaya Kepemimpinan dengan peningkatan Kepuasan kerja Pegawai Negeri bersifat positif dan berada di tingkat kuat yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi ganda Ry1.2= 0,716. Kontribusi Imbalan dan Gaya Kepemimpinan secara bersama-sama terhadap peningkatan Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan relatif sedang, yaitu sebesar 51,3%. Artinya 51,3% nilai Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan ditentukan oleh Imbalan dan Gaya Kepemimpinan secara bersama-sama. Masih terdapat faktor lain diluar Imbalan dan Gaya Kepemimpinan yang cukup berpengaruh terhadap Kepuasan kerja Pegawai Negeri yang dipekerjakan pada Deputi Penindakan, Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebesar 48,70%. Faktor lain tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh Amstrong (2003 : 286-290) dan Ivancevich dan Matteson (2002 : 121) seperti halnya Desain jabatan, Kinerja, Pelatihan, Pengembangan karir, Komitmen, Perekrutan dan Seleksi, Keamanan pekerjaan dan lain sebagainya. Keempat, persepsi kepuasan kerja pegawai negeri yang dipekerjakan pada Deputi Penindakan adalah sangat tinggi yaitu mencapai 84,07% dari kriteria yang diharapkan (100%) dan dihubungkan dengan pernyataan Wibowo (2008 : 318) bahwa “Kepuasan kerja menjadi faktor determinan utama dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) pegawai”. Hal ini berarti pegawai yang puas berkemungkinan lebih besar untuk berbicara secara positif tentang organisasi, membantu yang lain, dan berbuat kinerja mereka melampaui batas normal. Lebih dari itu, pegawai yang puas mungkin lebih patuh terhadap panggilan tugas karena mereka ingin mengulang pengalaman-pengalaman positif mereka. Namun menurut Robbins (2006 : 109) bahwa “kepuasan kerja mempengaruhi OCB melalui persepsi keadilan”. Artinya pada dasarnya, kepuasan kerja berasal dari konsepsi para pegawai mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur yang adil dari organisasi dan pimpinannya. Dengan demikian Pimpinan dan Pejabat Struktural KPK harus mewujudkan keadilan dalam memperlakukan pegawai negeri yang dipekerjakan. Timbal baliknya adalah pegawai akan bersedia secara sukarela menunjukkan perilaku – perilaku yang melampaui kewajiban formalnya. Kelima, variabel Imbalan memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada variabel Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja dimana indikator yang paling dominan dalam memberikan kontribusi pada variabel Imbalan tersebut adalah indikator Valensi intrinsik. Hal ini berarti sebagian besar pegawai xi negeri yang dipekerjakan menemukan valensi intrinsik dalam pekerjaan itu sendiri, terutama karena mereka memegang teguh etika kerja dan bermotivasi kompetensi. Tentunya hal ini menguntungkan Komisi Pemberantasan Korupsi karena menurut Davis dan Newstrom (1985 : 91) “hasilnya sebagian besar dapat dikendalikan pegawai dan tidak banyak tercakup dalam sasaran sistem imbalan pimpinan”. Sedangkan Gibson, dkk (1996 : 315) menyatakan bahwa “imbalan intrinsik penting dalam mengembangkan komitmen organisasi”. Komitmen organisasi melibatkan tiga sikap (a) Identifikasi dengan tujuan organisasi; (b) Perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi dan (c) Perasaan loyalitas terhadap organisasi. Dengan demikian Organisasi KPK perlu memenuhi kebutuhan pegawai dengan memberikan peluang prestasi dan mengakui adanya prestasi bila mempunyai dampak nyata bagi komitmen. Pejabat Struktural perlu mengembangkan sistem imbalan intrinsik yang memfokuskan pada kepentingan pribadi atau harga diri serta mengintegrasikan tujuan pribadi dan organisasi. Keenam, variabel Gaya Kepemimpinan memberikan pengaruh yang lebih kecil dari pada variabel Imbalan terhadap Kepuasan kerja dimana indikator yang paling rendah dalam memberikan kontribusi pada variabel Gaya Kepemimpinan adalah indikator Pengarahan dengan demikian Pejabat Struktural KPK perlu memberikan perhatian pada cara mengisi posisi kunci (Pimpinan Satgas) dalam Deputi Penindakan dengan para pemimpin yang efektif. Untuk mendapatkan pemimpin yang efektif menurut Robbins (2006 : 491) dilakukan dengan “tes dan wawancara untuk membantu mengidentifikasi orang yang memiliki ciri kepemimpinan”. Selain berfokus pada seleksi kepemimpinan di tingkat Satuan Tugas, para pejabat struktural KPK harus juga mempertimbangkan investasi dalam pelatihan kepemimpinan karena para pegawai yang memiliki potensi kepemimpinan dapat meningkatkan keterampilan mereka melalui kursus formal, lokakarya, rotasi tanggung jawab pekerjaan, pelatihan dan mentoring.
Tidak tersedia versi lain