Skripsi
Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Agama Konghucu Pada Perguruan Setia Bakti Di Tangerang - Banten
Beberapa tahun setelah terbitnya PMA 16/2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah, pelaksanaan kebijakan pendidikan agama Khonghucu pada sekolah dinilai belum dapat terlaksana dengan baik. Hal ini mengemuka pada rapat konsultasi dan koordinasi Pembinaan dan Pelayanan Agama Khonghucu di Hotel Lumire Jakarta Pusat tanggal 21-23 Maret 2018. Hasil rapat yang diselenggarakan Pusat Bimbingan dan Pendidikan Agama Khonghucu Kementerian Agama Ri ini antara lain (1) masih banyak siswa yang beragama Khonghucu tidak diajar pendidik yang beragama Khonghucu; dan (2) salah satu penyebab ialah jumlah guru pengampu pendidikan agama Khonghucu di Indonesia amat kurang. Penelitian bertujuan mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan pendidikan agama Khonghucu pada Perguruan Setia Bhakti di Tangerang Banten. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam terhadap 6 (enam) key informant meliputi Pemerintah, Sektor Swasta dan Masyarakat Sipil dan telaah dokumen. Aspek yang diteliti berdasarkan pada model MSN Approach karya Yulianto Kadji (2015), yakni aspek Mentalitas (Mentality), aspek Sistem (System) dan aspek Jejaring Kerja Sama (Networking). Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan kebijakan pendidikan agama Khonghucu di Perguruan Setia Bhakti belum terlaksana dengan baik karena tidak ada peraturan yang mengatur terkait aspek jejaring kerja sama antara stakeholders: Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Kemenag (Pemerintah), Perguruan Setia Bhakti (Sektor Swasta), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Masyarakat Sipil). Aspek jejaring kerja sama ini terdiri atas Kemitraan Strategis, Sinergisitas, dan Simbiosis Mutualisme. Penulis menyarankan segera disusun peraturan terkait jejaring kerja sama antara stakeholders, yaitu (1) Kemitraan Strategis berupa kerja sama yang bersifat jangka panjang seperti menyusun buku pedoman guru agama Khonghucu dan sebagainya; (2) Sinergisitas ditandai dengan adanya MoU (nota kesepahaman) berbagi data guru agama Khonghucu dan sebagainya; (3) Simbiosis Mutualisme yang diwujudkan dengan pelaksanaan kegiatan bersama yang melibatkan stakeholders, baik di bidang keagamaan maupun non keagamaan. Selain itu, penulis juga menyarankan proses pembangunan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Negeri segera terwujud, selambatnya di akhir Desember 2020. Berdirinya lembaga pendidikan yang menghasilkan sarjana agama atau sarjana pendidikan agama Khonghucu akan berdampak positif yang luas guna penyelesaian permasalahan lainnya.
Tidak tersedia versi lain