Tesis
Evaluasi Kinerja Kebijakan Keistimewaan Yogyakarta (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Kebijakan keistimewaan DIY pada dasarnya ditetapkan untuk mengakomodir status istimewa pada DIY terkait dengan penetapan Sri Sultan dan Pakualam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur. Keistimewaan tersebut adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut UUD 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang. Keistimewaan DIY dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Keistimewaan DIY, yang berlaku sejak tanggal 31 Agustus 2012. Undang-undang ini merupakan bukti konsistensi pengakuan atas keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa, sesuai dengan amanat UUD Tahun 1945 Pasal 18 B ayat (1) dimana memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agenda utama yang ingin dicapai melalui kebijakan keistimewaan meliputi: 1) mewujudkan pemerintahan yang demokratis melalui pengisian jabatan Gubernur, Wakil Gubernur dan DPRD DIY serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan; 2) mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat dengan menetapkan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan pengembangan kemampuan masyarakat lokal; 3) mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhineka-tunggal-ika-an dengan pengayoman dan pembimbingan masyarakat serta pemeliharaan dan pendayagunaan nilai-nilai musyawarah, gotong-royong, solidaritas, tenggang rasa dan toleransi; 4) menciptakan pemerintahan yang baik dengan mengedepankan prinsip efektivitas, tansparansi, akuntabilitas, kesetaraan dan penegakan hukum; 5) pelembagaan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogakarta sebagai warisan budaya melalui pemeliharaan, pendayagunaan, serta pengembangan dan penguatan nilai-nilai, norma, adat istiadat dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY. Implementasi kebijakan keistimewaan sudah berjalan selama tiga tahun. Walaupun demikian, capaian yang didapat masih belum menunjukkan hasil yang maksimal. Bukan hanya capaian pada level outcome, benefit, atau dampak yang diharapkan tetapi bahkan dalam penyerapan anggaran tahun 2013 s.d 2015 masih belum optimal. Di saat yang sama, masyarakat cukup banyak berharap agar dana keistimewaan ini memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui sejauhmana kinerja Keistimewaan Yogyakarta terkait pengelolaan keuangan dan pelaksanaan program kewenangan-kewenangan istimewa, maka penulis mengkajinya dalam sebuah judul Tesis “Evaluasi Kinerja Kebijakan Keistimewaan Yogyakarta” (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan data primer dan sekunder penulis mengadakan observasi, pengamatan langsung ke lapangan dan menggunakan instrument wawancara. Key informan berjumlah 10 orang, yakni, dari Biro Tapem, Biro Organisasi, Bappeda, Asisten Keistimewaan, Dinas Kebudayaan, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan masyarakat (pelaksana dan penerima program bidang kebudayaan). Data primer didapat melelaui proses wawancara dan didukung dengan data-data sekunder. Hasil penelitian dengan mengevaluasi 5 (lima) urusan keistimewaan dengan menggunakan 6 (enam) kriteria evaluasi menurut William Dunn. Sejauh ini agenda kebijakan memang belum tercapai optimal secara keseluruhan namun setiap tahun selalu ada perbaikan dan peningkatan. Adapun hasilnya ditinjau dari kriteria efektivitas alokasi Danais masih terdapat permasalahan secara teknis yaitu keterlambatan pencairan, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan perencanaan awal. Selain itu juga pelaksanaan tiga urusan keistimewaan bidang kebudayaan, pertanahan dan tata ruang yang menjadi amanat UUK masih terdapat sedikit kebingungan dalam mengaplikasikan kewenangan tersebut. Ini dikarenakan karena regulasi yang mengatur yaitu Perdais dari ketiga kewenangan tersebut belum disahkan sehingga menjadikan legalitas program kegiatan dan pencairan dana keistimewaan dipertanyakan. Kebijakan keitimewaan diharapkan berjalan efisien dengan pembentukan kelembagaan baru namun ternyata pelaksanaan lima kewenangan masih belum optimal karena kelembagaan belum didukung dengan SDM yang memadai baik dari jumlah dan kompetensi. Dari kriteria kecukupan kebijakan keistimewaan sedikit demi sedikit telah mengakomodir permasalahan-permasalahan yang ada. Namun tidak semua permasalahan dapat langsung terselesaikan, dibutuhkan proses dan waktu serta kerjasama dari semua pihak. Dintinjau dari kriteria perataan pada tahun pertama untuk mencapai penyerapan maksimal maka anggaran diprioritas pada program/kegiatan fisik yaitu tata ruang, Pada Tahun 2015 alokasi dana diprioritaskan untuk bidang kebudayaan, sedangkan tahun 2016 prioritas pada urusan tata ruang dan pertanahan. Agenda terkait peningkatan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat masih perlu mendapat perhatian secara khusus, program/kegiatan yang dilaksanakan masih kurang mengena langsung ke masyarakat, Dari criteria responsivitas kebijakan Keistimewaan dihasilkan karena aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan adanya kejelasan terkait pelaksanaan Keistimewaan. Jadi sebisa mungkin kebijakan ini dapat merespon berbagai macam permasalahan yang ada dalam masyarakat. Adapun dari kriteria ketepatan sejauh ini semua hasil dan tujuan program dari kelima kewenangan Keistimewaan memang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Urusan pertanahan, adanya kebijakan keistimewaan dan danais ini merupakan momentum tertib administrasi pertanahan khususnya untuk tanah SG dan PAG. Urusan kebudayaan lebih difokuskan pada menumbuhkembangkan semangat “nguri-uri” atau melestarikan kebudayaan. Namun urusan kebudayaan tidak melulu soal budaya dan pariwisata tetapi merambah keseluruh aspek, seperti pendidikan, ekonomi, ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat, dan perlindungan masyarakat. Dari hasil penelitian, penulis perlu memberikan saran dalam bentuk rekomendasi kepada Pemda DIY, yakni 1) agar implementasi kebijakan keistimewaan Yogyakarta berjalan efektif, maka perlu mendorong pemerintah baik pusat maupun daerah agar pentahapan pencairan Danais pada awal Tahun Anggaran dan mendorong Pemda untuk melakukan percepatan pengesahan tiga Perdais yang mengatur kebudayaan, pertanahan dan tata ruang; 2) Pemda agar segera menindaklanjuti Permendagri tentang Kelembagaan Daerah Khusus/Istimewa. Pembentukan lembaga yang menangani urusan keistimewaan hendaknya diikuti dengan penyusunan perencanaan program/kegiatan kelembagaan istimewa sesuai dengan urusan keistimewaannya serta didukung dengan SDM yang memadai dan kompeten; 3) nilai-nilai ke-asimetris-an (agama, sejarah, budaya) wajib dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), baik di tingkat pusat maupun daerah, dan menjadi entry point dalam rangka mengeksekusi setiap kebijakan sekaligus menemukan solusi terhadap penanganan beberapa persoalan di DIY menyangkut 5 (lima) kewenangan; 4) perlu menyusun desain rencana induk (masteplan) perencanaan pembangunan dalam rangka pelaksanaan 5 (lima) kewenangan istimewa yang lebih kongkrit, dan menyentuh langsung ke masyarakat pada masing-masing SKPD sehingga tidak terjadi tumpang tindih kegiatan/program dan anggaran; 5) agar memperkuat komunikasi dan kosolidasi antar susunan pemerintahan daerah dalam perencanaan dan eksekusi kegiatan dengan memperhatikan dinamika sosial dan aspirasi masyarakat setempat; 6) perlu membangun kapasitas sistem implementasi dan pengendalian program/kegiatan secara obyektif dan terukur guna meningkatkan performa program. Selain itu juga perlu memperkuat sistem evaluasi dan monitoring terpadu yang hasilnya dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk perbaikan perumusan kebijakan dan implementasi selanjutnya.
Tidak tersedia versi lain