Tesis
Pemetaan Kesiapan Sembilan Area Reformasi Birokrasi Pemerintah Aceh
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi permasalahan yang akan
dihadapi Pemerintah Aceh di sembilan area target perubahan dalam
menerapkan reformasi birokrasi.
Data primer pada penelitian ini diperoleh melalui wawancara yang
ditujukan kepada key informant yang merupakan pejabat-pejabat baik
struktural maupun fungsional di lingkungan Pemerintah Aceh yang terkait
langsung dengan program penerapan kebijakan Reformasi Birokrasi di Aceh.
Kondisi yang dikaji sebanyak sembilan area yang termasuk dalam
target mikro agenda RB yaitu menejemen perubahan, penataan peraturan
perundang-undangan, penataan dan penguatan organisasi, penataan
tatalaksana, penataan sistem manajemen sumber daya aparatur, penguatan
pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan kualitas
pelayanan publik, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Aceh telah
menunjukkan keseriusan dalam melaksanakan agenda Reformasi Birokrasi.
Pemerintah Aceh telah membentuk Tim Pengarah dan Tim Pelaksana
Reformasi Birokrasi Aceh dan menyusun Road Map RB. Akan tetapi,
terdapat beberapa potensi permasahan yang akan dihadapi dalam
penerapan RB. Sosialisasi telah dilakukan belum sampai ke semua lapisan
aparatur khususnya para staf pelaksana. Pada area perundang-undangan,
komitmen untuk menuju pemerintahan yang lebih baik pasca penetapan
UUPA sebagai wujud implementasi MoU Helsinki masih belum optimal. Hal
ini dibuktikan oleh masih banyaknya peraturan pelaksanaan yang merupakan
turunan dari UUPA yang belum dituntaskan sehingga menghambat
keberlanjutan pencapaian sasaran pembangunan. Penataan organisasi
masih terkendala dengan masalah-masalah rightsizing. Masalah yang masih
dirasakan adalah pola besaran organisasi tidak sesuai dengan
urusan/kewenangan, kemampuan, kebutuhan, potensi dan karakteristik
daerah. Pada area tatalaksana, permasalahan yang muncul adalah belum
adanya dokumen-dokumen standarisasi tatalaksana seperti SOP dan SP.
Sehingga masalah yang muncul adalah sistem, prosedur dan mekanisme
kerja birokrasi pemerintahan masih panjang sehingga menghabiskan banyak
waktu dan uang.
Pada area manajemen SDM, proses mutasi para pejabat eselon yang
terlalu sering dinilai mengganggu stabilitas organisasi pemerintahan dalam
mengimplementasikan rencana baik di SKPA maupun SKPK. Pada area
penguatan pengawasan, keterlambatan baik dari segi pengesahan maupun
pembelanjaan keuangan merupakan hal-hal yang dinilai perlu diperbaiki,
salah satunya adalah melalui pengembangan sistem informasi keuangan
yang integratif. Pada area akuntabilitas, permasalahan yang terpetakan
seperti belum dilakukan harmonisasi antara sistem perencanaan, sistem
penganggaran, dan sistem AKIP. Pada area kualitas pelayanan publik,
belum diterapkannya standar pelayanan pada setiap unit pelayanan publik.
Pada area monitoring dan evaluasi, kontrol penyerapan anggaran yang
dilakukan oleh Bappeda melalui laporan periodik baik bulanan maupun
triwulan belum mampu memaksimalkan serapan anggaran secara konsisten.
Untuk meningkatkan kesiapan area manajemen perubahan maka
pemerintah Aceh harus meningkatkan sosialisasi diseluruh level birokrasi
dengan memanfaatkan aktor-aktor perubahan. Untuk meningkatkan
kesiapan area Penataan Peraturan Perundang-Undangan maka pemerintah
Aceh harus mampu menurunkan UUPA sebagai wujud implementasi MoU
Helsinki ke dalam nilai-nilai reformasi birokrasi. Untuk meningkatkan
kesiapan area Penataan dan Penguatan Organisasi maka pemerintah Aceh
harus lebih memperhitungkan penggabungan atau pemisahan urusan
pemerintahan SKPA
Untuk meningkatkan kesiapan area Penataan Tatalaksana maka
pemerintah Aceh harus melakukan standarisasi seluruh prosedur dan
mekanisme kerja birokrasi pemerintahan. Pada area Penataan Sistem
Manajemen SDM Aparatur maka pemerintah Aceh dapat memulai dengan
meningkatkan implementasi pola pembinaan karier sebagai pedoman dan
acuan dalam pengembangan pemberdayaan dan pendayagunaan PNS.
Untuk meningkatkan kesiapan area Penguatan Pengawasan maka
pemerintah Aceh dapat memulai dengan pemetaan aset-aset yang
merupakan aset transfer aset dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh
(BRR). Pada area Akuntabilitas pemerintah Aceh dapat memulai dengan
harmonisasi antara sistem perencanaan, sistem penganggaran dengan
sistem AKIP. Pada aera area Pelayanan Publik pemerintah Aceh dapat
memulai dengan meningkatkan standarisasi pelayanan melaui penyusunan
dan pemanfaatan dokumen Standar Pelayanan. Untuk meningkatkan
kesiapan area Monitoring dan Evaluasi pemerintah Aceh dapat memulai
dengan memaksimalkan dan mengoptimalkan monitoring kegiatan yang
dilakukan secara periodik oleh Bappenas. Pemberian sanksi dapat dilakukan
untuk meningkatkan kedisiplinan SKPA melaporkan progres kegiatan.
Pemerintah Aceh juga diharapakan meningkatkan koordinasi dengan
kemeterian dan instansi terkait, seperti KemenPAN-RB, LAN, dan
Kementerian Dalam Negeri dalam menjalankan agenda RB.
Tidak tersedia versi lain