Tesis
Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang Untuk Mengoptimalisasi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara (Studi Kasus Bahasyim Assifie)
Penggunaan Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dalam penanganan kasus korupsi merupakan upaya untuk memudahkan pengembalian asset yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi (TPK). Akan tetapi walaupun UU TPPU sudah diterbitkan sejak tahun 2002, jumlah kasus TPPU yang ditangani oleh penegak hukum masih sangat sedikit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab masih sedikitnya kasus TPPU yang ditangani oleh penegak hukurn, kendala-kendala yang dihadapi dalam penanganan kasus TPPU serta untuk mengetahui apakah penggunaaan UU TPPU dapat mengoptimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara, khususnya dalam kasus Bahasyim Assifie.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan key informant dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Reserse Kriminal Kepolisian Repulbik Indonesia (Bareskrim Polri), Kepolisian Daerah Metro Jaya (polda Metro Jaya), Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, ahli pencucian uang dan ahli hukum.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara dan studi pustaka.
Dari hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa pemanfaatan LHA PPATK oleh penegak hukum masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh kualitas LHA PPATK yang tidak memenuhi standar dan kemampuan penyidik untuk menangani kasus TPPU yang belum memadai. Selain itu, tugas PPATK dikaitkan dengan penegakan hukum merupakan fungsi penyelidikan awal saja karena fungsinya hanya menerima, menganalisis dan meneruskan LHA kepada penyidik sehingga PPATK tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Terdapat kendala dalam penanganan kasus Bahasyim Assifie, yaitu perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP membutuhkan waktu yang lama, terdapat perbedaan persepsi dengan JPU sehingga sering terjadi bolak-balik perkara, koordinasi antara penegak hukurn yang masih lemah dan respon PPATK dalam penyediaan data perbankan terkesan lambat. Selain itu, pelaku pasifbelum dijerat dengan UU TPPU. Padahal, harta kekayaan Bahasyim Assifie yang diduga berasal dari TPK tersebut juga dinikmati oleh keluarganya.
Penggunaan UU TPPU dalam penanganan kasus TPPU Bahasyim Assifie telah mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dibandingkan hanya menggunakan UU TPK karena apabila menggunakan UU TPK maka jumlah maksimal pengembalian kerugian keuangan negara hanya sebesar nilai kerugian negara yang ditimbulkan saja dan tidak dapat menyentuh harta kekayaan lain yang dimiliki oleh terdakwa yang diduga merupakan hasil TPK.
Tidak tersedia versi lain