Tesis
Hubungan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Hubungan antara Kepala Daerah dan Wakil Daerah di Kota Bekasi Tahun 2008-2013
Tujuan dari penelitian ini adalah mencoba mengevaluasi bagaimana Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil Pemilukada ketika memimpin, sebagaimana amanat dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini mendeskripsikan, mengidentifikasi, dan menganalisis bagaimana hambatan hubungan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam memimpin, sehingga terjadi pecah kongsi diantara keduanya. Apakah kondisi tersebut terjadi di Kota Bekasi, khususnya kepemimpinan Walikota Bekasi Mochtar Mohammad dan Wakil Walikota Bekasi Rahmat Effendi yang memimpin pada periode tahun 2008–2013. Penelitian menggunakan metode studi kasus (case study) pendekatan kualitatif. Data yang digunakan hasil wawancara serta telaah dokumen. Walikota Bekasi Mochtar Mohammad dan Wakil Walikota Bekasi Rahmat Effendi merupakan hasil Pemilukada pertama tahun 2008, awal kepemimpinannya relative harmonis memimpin Kota Bekasi, namun persoalan muncul, menginjak tahun kedua. Adapun persoalan mengingat keduanya ketua partai politik yang berbeda di Kota Bekasi, keduanya memproyeksikan dirinya untuk maju dalam proses Pemilukada berikutnya, Pemilukada 2013-2018. Kepentingan politik keduanya mulai muncul, akhirnya proses implementasi kebijakan diantara keduanya, mulai berbenturan, baik kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pengelolaan APBD, proses pembangunan, maupun dalam proses pengembangan sumber daya manusia (SDM) di birokrasi. Perpecahan Walikota dan Wakil Walikota Bekasi, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, disarankan: pertama, adanyan aturan yang jelas mengenai tugas dan kewenangan Wakil Walikota, mengingat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, tugas dan kewenangan Wakil Walikota hanya membantu Walikota ketika Walikota berhalangan atau mendapat perintah langsung dari Walikota. Kedua, Adanya aturan setingkat Peraturan Daerah jika dalam Undang-undang tidak diatur mengenai tugas pokok serta kewenangan Wakil Walikota dalam mengimplementasikan APBD maupun pada saat akan menyusun APBD. Ketiga, memiliki aturan yang jelas dalam proses implementasi pembangunan. Belum ada aturan Wakil Walikota untuk melakukan proses implementasi pembangunan. Keempat, Kepala daerah sebagai pembina birokrasi harus mengefektifkan peran dan fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), harus ada aturan yang jelas posisi Wakil Walikota sebagai pembina atau bawahan Walikota, agar jelas peran dan fungsi Wakil Walikota dalam pengembangan SDM di birokrasi.
Tidak tersedia versi lain