Skripsi
Pengembangan Model Collaborative Waste Governance Di Kota Tangerang Menggunakan Pendekatan Soft Systems Methodology
Pengelolaan sampah menjadi perhatian nasional, bahwasannya permasalahan yang diakibatkan dari sampah telah merugikan banyak pihak khususnya masyarakat yang terdampak. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk dapat menyelesaikan permasalahan sampah perkotaan secepat mungkin. Upaya yang dilakukan adalah pembangunan PLTSa di 12 Kota di Indonesia yang salah satunya ada Kota Tangerang. Kota Tangerang merupakan kota yang memiliki permasalahan sampah yang tak kunjung selesai. Pada 2023, TPA Rawa Kucing telah mengalami kebakaran sebanyak 10 kali sejak 2015. Tidak hanya itu, TPA Rawa Kucing yang memiliki luas 34,8 hektar sudah terisi sebanyak 80%. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti menganalisis pengelolaan sampah di Kota Tangerang dalam perspektif Collaborative Governance Ansell & Gash (2008). Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana tata kelola kolaborasi dalam pengelolaan sampah di Kota Tangerang. Dengan menggunakan Collaborative Governance peneliti mengidentifikasi 1) Starting Conditions; 2) Facilitative Leadership; 3) Institutional Design; 4) Collaborative Process. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mendalami fenomena permasalahan sampah di Kota Tangerang. Lalu, pendekatan yang digunakan adalah Soft Systems Methodology yang dikembangkan oleh Peter Checkland sebagai pencarian solusi dari permasalahan sosial yang kompleks dan dinamis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi pengelolaan sampah di Kota Tangerang masih sangat minim. Dengan hanya mengandalkan 3 aktor sebagai inti pengelolaan sampah di Kota Tangerang tidak akan membuahkan hasil yang signifikan. Dari hasil analisis menggunakan Collaborative Governance maka pencarian solusi atas permasalahan kolaborasi pengelolaan sampah digunakan Soft Systems Methodology. Membuat model konseptual yang basisnya adalah dimensi-dimensi Collaborative Governance.
Tidak tersedia versi lain