Tesis
Analisis Pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Studi Kasus Pada PT. Kideco Jaya Agung
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang praktek tanggung jawab sosial dan lingkungan atau TJSL (corporate social responsibility) pada perusahaan sejak diberlakukannya UU no. 40 tahun 2007 tentan Perseroan Terbatas yang mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melaksanakan TJSL. Pokok Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana praktek CSR yang berlaku di perusahaan pertambangan termasuk jenis kegiatan, perencanaan, ruang lingkup, pendanaan dan dampaknya terhadap masyarakat terutama sejak diberlakukannya UU no 40/2007 yang mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melaksankan program tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan melakukan studi literatur, telaahan dokumen perusahaan, publikasi terkait dan wawancara kepada pihak manajemen yang kemudian dilakukan analisa atas praktik CSR pada perusahaan pertambangan yang dipilih dengan menggunakan suatu model. Hasil penelitian menemukan bahwa:(1). KJA belum memahami akan manfaat CSR dan masih menganggap dana CSR digunakan untuk meningkatkan citra perusahaan semata. Faktor pendorong perusahaan melaksanakan program CSR sebatas kewajiban peraturan per-UU-an. (2) Jumlah dana yang disisihkan untuk program CSR masih relatif sangat kecil, hanya sebesar rata-rata Rp 675 juta per 1 juta ton produkusi atau sekitar 0,5% dari laba kotornya. (3) Walaupun program CSR meliputi bidang ekonomi, kesehatan, lingkungan, infrastrutkur dan sosial kemasyarakatan, namun faktor pemberdayaan masyarakat kurang mendapat perhatian yang signifikan. Porsi social kemasyarakatan masih dominan atau dengan kata lain program CSR masih bersifat program philanthropy (kedermawanan). (4) Program CSR belum bersifat jangka panjang dan terencana dengan pendekatan integratif. Program Studi Lapang Pertanian Terpadu (SLPT) sebagai contoh baru diperkenalkan pada akhir tahun 2010. Program untuk masyarakat yang berprofesi selain petani untuk pendekatan jangka panjang belum dibuat. Padahal perusahaan harus memikirkan kehidupan setelah beroperasinya perusahaan berakhir (life after mining) bagi masyarakat untuk memastikan bahwa CSR mendukung prinsip sustainability development yakni mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada saat ataupun sesudah beroperasi perusahaan melalui dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa praktek tanggung jawab sosial dan lingkungan KJA masih sebatas memenuhi kewajiban peraturan peru-UU-an untuk melakukan CSR, bersifat jangka pendek, kedermawanan dan meningkatkan citra perusahaan. Berdasarkan temuan peneliti yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti dapat menyarankan hal-hal sebagai berikut 1. KJA harus menyadari bahwa program CSR merupakan investasi, bukan semata-mata beban. Jumlah dana yang dikeluarkan untuk CSR diharapkan lebih meningkat lagi, bukan pada kisaran 0,5% dari laba kotor. KJA harus meningkatkan minimal hingga kira-kira tiga kali lipat dengan pemberian dana yang sifatnya bukan hanya meningkatkan citra perusahaan dengan membantu program sosial kemasyarakatan (community relations), namun sudah saatnya titik berat pada pemberdayaan atau community empowerment. 2. KJA dalam jangka waktu 12 tahun akan habis masa beroperasinya (tahun 2023 selesai kontrak pertambangannya). Kehidupan setelah beroperasi (life after mining) harus sudah difikirkan sejak sekarang. Area 50,400 hektar yang jika seluruhnya dijadikan usaha pertambangan oleh KJA akan meninggalkan areal yang sangat besar. Pemikiran untuk menggunakannya sebagai areal sawit harus direncanakan dengan matang dengan memperhatikan aspek ketanahan dan ekonomis. 3. KJA harus merencanakan program yang sifatnya menyeluruh dan jangka panjang. Program SLPT (studi lapang pertanian terpadu) baru dimulai pada tahun 2010. Program tersebut perlu didukung dengan pendekatan integratif dengan mengajak masyarakat untuk berfikir jangka panjang, siap dimonitor terus menerus, dan didukung dengan sumber daya manusia yang memadai dan pasar yang tersedia. Namun KJA juga harus memikirkan juga suatu program bagi masyarakat yang berprofesi lain, karena tidak semua penduduk kabupaten Paser adalah petani.
Tidak tersedia versi lain