Skripsi
Evaluasi Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan Dan Perikanan Dengan Pendekatan Balanced Scorecard
Evaluasi Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan salah satu area penting meningkatkan perwujudan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut Kementerian menerapkan Balanced Scorecard (BSC) dalam pengelolaan kinerja. BSC adalah tools dalam pengelolaan kinerja yang bertujuan untuk mewujudkan good governance sekaligus merupakan dasar/pondasi untuk pencapaian visi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mensejahterakan masyarakat perikanan. BSC diyakini dapat mengubah strategi menjadi tindakan, menjadikan strategi sebagai pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yang lebih baik antar karyawan dan manajemen, meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan memberikan informasi peringatan dini, serta mengubah budaya kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan metode Balanced Sorecard (BSC) dalam rangka pengelolaan kinerja di Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan dan untuk mengetahui pencapaian tujuan organisasi dengan menggunakan metode Balanced Sorecard sebagai pengelolaan kinerja. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu Analisis Deskriptif dengan pendekatan kasus. Hasil evaluasi menyimpulkan bahwa : 1. Pada Customer Perspective, dari 5 (lima) Indikator Kinerja Utama (IKU), 2 (dua) IKU tercapai sesuai dengan target, sedangkan 3 (tiga) IKU yang tidak tercapai carget yaitu 1) Nilai Evaluasi Akuntabilitas Kinerja; 2) Nilai Indeks integritas KKP; dan 3) Nilai Evaluasi atas Implementasi RB KKP. 2. Pada Internal Process Perspective, ditetapkan 3 (tiga) sasaran strategis dan 6 (enam) IKU. Dari 6 (enam) IKU, 5 IKU tercapai sesuai dengan target, sedangkan IKU yang tidak tercapai yaitu Persentase jumlah laporan pengawasan yang memenuhi standar pelaporan. 3. Pada Learning and Growth Perspective, ditetapkan 4 (tiga) sasaran strategis dan 10 (sepuluh) IKU. Dari 10 (sepuluh) IKU, 9 (sembilan) IKU tercapai, sedangkan IKU yang tidak tercapai yaitu Nilai Penerapan RB di Itjen KKP. 4. Metode Balanced Scorecard yang diterapkan Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan menggunakan pendekatan 3 (tiga) perspektive yaitu Customer Perspektive, Internal Process viii Perspektive, Learning and Growth Perspektive. Perspektive yang tidak ada pada Balanced scorecard Inspektorat Jenderal KKP adalah Financial Perspektive. 5. Alat pengukuran kinerja yang digunakan oleh Inspektorat Jenderal KKP yaitu LAKIP yang disusun berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Sedangkan Balanced Scorecard didasarkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, dimana keduanya menghasilkan output yang sama. Dari kesimpulan yang dijelaskan, penulis memberikan beberapa saran dengan harapan berguna untuk perbaikan atas implementasi balanced scorecard Inspektorat Jenderal KKP sebagai berikut : 1. Pada Customer Perspective, terhadap 3 (tiga) IKU yang tidak tercapai, sebaiknya Inspektorat Jenderal melakukan analisa terhadap indikator yang tidak mencapai target bersama dengan unit penanggung jawab indikator. 2. Pada Internal Process Perspective, terhadap IKU Persentase jumlah laporan pengawasan yang memenuhi standar pelaporan, Inspektorat Jenderal perlu lebih memaksimalkan pengawasan berjenjang lingkup auditor dan melakukan pemantauan atau evaluasi terhadap pelaksanaan laporan pengawasan yang memenuhi standar pelaporan. 3. Pada Learning and Growth Perspective, IKU Nilai Penerapan RB di Itjen KKP merupakan salah satu IKU yang dinilai oleh pihak eksternal, sebaiknya Inspektorat Jenderal melakukan penelaahan ulang terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dengan didampingi dari pihak pihak ekstenal yaitu Kementerian PAN dan RB sebagai Evaluator AKIP. 4. Agar balanced scorecard Inspektorat Jenderal KKP ditambahkan dengan Financial Perspektive. Dengan demikian, fungsi balanced scorecard sebagai pengukur kinerja yang seimbang dapat tercapai. Penempatan Financial Perspektive dalam balanced scorecard Inspektorat Jenderal bisa diletakkan sejajar dengan Customer Perspektive. 5. Inspektorat Jenderal sebaiknya mengoptimalkan penyusunan balanced scorecard dan LAKIP. Balanced Scorecard telah menyajikan laporan kinerja dengan baik bahkan lebih unggul dari LAKIP, namun LAKIP yang disusun berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, maka Inspektorat Jenderal wajib menyusunnya. Untuk itu Inspektorat Jenderal diharapkan dapat menyelaraskan proses penyusunan LAKIP dan Balanced Scorecard untuk menghindari pengulangan proses pekerjaan yang sama.
Tidak tersedia versi lain