Tesis
Strategi Intermediasi Dalam Mendorong Kolaborasi Antara Penyedia Dengan Pengguna Iptek Menuju Science And Technology Park (STP) Pada Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (Puspiptek) Kementerian Riset Dan Teknologi
Perkembangan yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) dalam kurun waktu 38 tahun belum dapat dirasakan secara optimal, hal tersebut dapat dilihat dalam pemanfaatan hasil riset dan layanan jasa teknis dari laboratorium oleh industri, dikarenakan belum terbangunnya kepercayaan industry terhadap hasil-hasil inovasi teknologi nasional. Secara umum hasil litbang hanya menyentuh level prototype dan belum siap untuk dikomersilkan. Sementara itu industry menginginkan produk teknologi yang sudah teruji (proven). Industri lebih memilih teknologi impor yang sudah terbukti kehandalannya. Fakta menunjukkan, hanya 26% yang dimanfaatkan oleh Industri, 74% lainnya tidak dimanfaatkan (BPPT, 2013).
Puspiptek sebaiknya melakukan revitalisasi agar dapat membantu Industri dan masyarakat yang membutuhkan, walaupun lembaga intermediasi masih menjadi permasalahan utama di Puspiptek secara khusus dan nasional pada umumnya. Padahal lembaga intermediasi ini menjadi strategi untuk merevitalisasi Puspiptek menuju Science & Technology Park (STP). Terkait permasalahan tersebut, penting bagi penulis untuk melakukan pengkajian dan penelitian pada pola intermediasi yang digunakan oleh Puspiptek Kementerian Riset dan Teknologi, agar dapat menghasilkan rekomendasi guna mendorong kolaborasi antara penyedia dengan pengguna Iptek.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dan metode triangulasi. Dalam rangka mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan saling terkait (kohesif), penulis menggunakan teori strategi Bryson (Ernamayanti, 2011), dilengkapi dengan pendekatan Balanced Scorecard, guna menghubungkan rencana strategis dan pengukuran performa keberhasilan
Data primer dan sekunder menggunakan instrumen wawancara yang didapat dari key informan sebanyak 10 orang. Key informan berasal dari sejumlah orang yang menjabat dan bekerja di Kementerian Ristek (Deputi Bidang Relevansi dan Produktivitas Iptek, Asisten Deputi Investasi Iptek, Asisten Deputi Produktivitas Relevansi Program Riptek, Kepala Bidang Penguasaan dan Pengembangan, Kepala Bidang Perancangan, Peneliti BPPT, Direktur Eksekutif Business Innovation Center (BIC), Koordinator Konsorsium LIPI, Kepala Divisi Teknis PT. Nipress, Tbk., Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kota Tangerang Selatan). Selain itu, observasi juga dilakukan untuk memperoleh data primer,
sedangkan data sekunder yang berhasil dikumpulkan adalah dokumen Puspiptek, arsip lembaga terkait, dan laporan kegiatan kajian, yang berasal dari 4 orang pejabat, 1 orang tenaga intermediator dan 2 orang peneliti.
Hasil penelitian menunjukkan adanya tumpang tindih regulasi yang bersifat kompleks. Kompleksitas terdapat pada peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Ristek, hal tersebut dianggap menghambat keberhasilan pelaksanaan revitalisasi Puspiptek sebagai STP, sehingga sampai saat ini belum tercapai hasil yang diinginkan. Status kelembagaan Puspiptek dari tahun 2010 sampai saat ini masih menyatu ke struktur organisasi Ristek, tepatnya dibawah wewenang dan tanggung jawab Asisten Deputi Jaringan Penyedia dengan Pengguna (Asdep JPP). Struktur oganisasi Asdep JPP secara tugas dan fungsi tidak mumpuni untuk mengurus dan mengelola Pupspiptek, fakta di lapangan bahwa Asdep JPP hanya mewarisi (given) organisasi Puspiptek dalam pengelolaan kawasan, dengan tenaga lapangan yang berasal dari pegawai Kementerian Ristek.
Puspiptek dalam menjalankan fungsi manajerialnya hanya sebatas pengelola kawasan dan cenderung bersifat struktural sehingga pola manajemen lebih dominan berjalan secara birokratis. Sampai saat ini Puspiptek belum terlibat secara langsung dalam kerjasama dan pemasaran iptek. Sehingga fungsi pengelolaan yang dilakukan menjadi terpisah, lab-lab di kawasan Puspiptek melakukan pengelolaan secara sendiri-sendiri. Selain itu, kebijakan Kementerian Ristek terkait program insentif riset SINas bersifat kompetitif, sehingga masih sedikit insentif untuk konsorsium riset yang mengarah ke Puspiptek.
Pada kesempatan ini, penulis memberikan saran dalam bentuk rekomendasi kepada Kementerian Ristek yang telah mengalami perubahan nama atau nomenklatur menjadi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Rekomendasi yang diberikan adalah kebijakan insentif untuk konsorsium riset masih dipandang perlu, dengan menerapkan kebijakan yang sifatnya top down. Untuk itu perlu dilakukan penataan kembali beberapa aspek dalam skala prioritas, diantaranya adalah regulasi, kelembagaan, dan penguatan kapasitas SDM Puspiptek, diharapkan kedepannya secara komprehensif dapat saling melengkapi dan mendukung arah pengembangan Puspiptek menjadi STP. Selanjutnya perlu dilakukan strategi intermediasi secara spesifik dengan menekankan pada : a) Inkubasi, yaitu membangun incubator yang kuat berdasarkan perencanaan yang bersifat matang, karena pembangunan yang dilakukan terkait fasilitas bersama (common facility); b) Marketing/pemasaran, yaitu keterlibatan lembaga intermediasi dapat dimasukan kedalam bidang komersialisasi teknologi berdasarkan usulan struktur organisasi manajemen puspiptek, hal tersebut dibarengi dengan terlibatnya pihak swasta sebagai tenaga profesional non PNS dalam manajemen pengelolaan Puspiptek guna membantu pimpinan tertinggi lembaga Puspiptek menjalankan tupoksinya; dan c). Promosi, yaitu proses publikasi terhadap dokumen cerita sukses terkait kerjasama yang telah dilakukan antara puspitek, industry serta masyarakat, dengan menampilkan dokumen tersebut di Pusat sistem Informasi Puspiptek, dengan tujuan mendorong pihak lain agar dapat mempelajari dan melakukan lebih banyak kolaborasi.
Kata kunci : Strategi, intermediasi, kolaborasi, penyedia iptek, pengguna iptek,
Science & Technology Park (STP)
Tidak tersedia versi lain