Tesis
Implementasi Kebijakan Pendampingan Ekonomi Di Wilayah Pascabencana (PE-BNPB) ( Studi Kasus Di Desa Tegal Panjang, Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi Tahun 2017
Penelitian ini dilandasi oleh permasalahan mengenai tingginya resiko terjadi bencana hidrometeorologi yang berpotensi mengganggu perekonomian nasional di Indonesia, khususnya di Desa Tegalpanjang, Kabupaten Sukabumi. Daerah tersebut menjadi prioritas nasional penurunan indeks resiko bencana karena memiliki indeks resiko bencana tertinggi untuk wilayah prioritas Jawa. Permasalahan tersebut membuat Pemerintah mengeluarkan Peraturan Kepala BNPB No. 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah dalam menangani permasalahaan tersebut yaitu dengan melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi bencana, bentuk kegiatannya adalah pemulihan ekonomi wilayah bencana, terutama sektor ekonomi produktif. Pelaksanaan pemulihan ekonomi wilayah bencana menimbulkan kekhawatiran keberhasilan pelaksanaan karena kondisi teknis yang diterapkan kepada kawasan bencana, dapat pula berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Fokus penelitian yaitu bagaimana implementasi kebijakan pendampingan ekonomi di wilayah pasca bencana (PE-BNPB) di Desa Tegalpanjang, Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi Tahun 2017. Analisis data yang digunakan yaitu model interaktif yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pendampingan ekonomi di wilayah pasca bencana (PE-BNPB) di Desa Tegalpanjang, Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi Tahun 2017 tidak berhasil terimplementasikan dengan baik. Ditinjau dari beberapa hal yaitu: 1) Tidak terselenggaranya kegiatan produksi dan distribusi barang-barang bernilai ekonomi baik perorangan maupun lembaga; 2) Tidak terselenggaranya transaksi ekonomi baik di pasar maupun di luar pasar baik perorangan maupun lembaga. 3) Tidak ada peningkatan jumlah produksi dan distribusi barang-barang bernilai ekonomi baik perorangan maupun lembaga; 4) Tidak adanya peningkatan jumlah anggota masyarakat dan atau lembaga ekonomi yang terlibat dalam kegiatan produksi dan distribusi barang-barang ekonomi. Faktor yang berpengaruh: 1) Kinerja masalah kebijakan banyak dipengaruhi oleh ketidakcukupan kebijakan, konsistensi kebijakan dan karakteristik kebijakan; 2) Kapasitas Direktorat Pemulihan dan Peningkatan Ekonomi Sosial – BNPB yang memiliki kewenangan mengalokasi kegiatan dan anggaran serta mendistribusikan sebagian kewenangannya kepada konsultan pelaksana tersebut tidak berhasil melakukan pengendalian dan pengawasan dalam proses implementasi kebijakan yang dilakukan konsultan pelaksana kebijakan; 3) lingkungan yang terdiri dari lingkungan sosial budaya, lingkungan politik dan lingkungan ekonomi tersebut tidak mendukung pencapaian keberhasilan kinerja implementasi kebijakan. Hambatan tersebut memberikan beberapa saran yaitu: 1) Masalah kebijakan, yaitu BNPB melengkapi kebijakan umum pemulihan ekonomi pasca bencana dengan kebijakan operasional dan kebijakan teknis sebagai panduan dan pengawasan bagi pelaksana kebijakan di lapangan dalam proses implementasi kebijakan pemulihan ekonomi pasca bencana; 2) Kapasitas implementator, yaitu koordinasi sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan konsultan pelaksana kebijakan, tetapi dengan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, sehingga pada saat program selesai ada keberlanjutan dari Pemerintah Daerah; 3) Lingkungan kebijakan, yaitu pentingnya peran pendamping untuk memetakan potensi sosial budaya, politik, dan ekonomi setempat, sehingga usaha yang dikembangkan berbasis pada sumberdaya lokal dan keterampilan yang sudah dimiliki oleh masyarakat.
Tidak tersedia versi lain